Pdnewss.com (TULANGBAWANG) – Kepala Sekolah SMAN 1 Banjar Agung, Akui pungutan terhadap murid untuk pembuatan seragam dan uang parkir kendaraan serta SPP siswa.
Hal tersebut diucapkan, Kepala SMAN 1 Banjar Agung, Firmasyah, saat dikonfirmasi wartawan disekolah membenarkan adanya SPP di sekolah setempat. Sumbangan partisipasi orang tua atau wali murid itu berdasarkan rapat musyawarah bersama komite.
“Sebenarnya sumbangan orang tua atau wali murid itu merupakan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pendanaan pendidikan pada satuan pendidikan,” katanya.
Firmansyah juga tidak menepis jika uang SPP siswa SMAN 1 Banjar Agung itu disetorkan langsung ke pihak sekolah tidak melalui bendahara komite sekolah.
“Ya ada panitianya sendiri dari pihak sekolah. Panitianya TU sekolah,” katanya kepada wartawan.
Menurutnya, dalam pungutan tersebut juga terdapat keringanan kepada orang tua wali murid yang tidak mampu atau anak yatim.
Salah satu Wali murid atau orang tua siswa di SMAN 1 Banjar Agung, dipungut biaya sebesar Rp.xxxxperbulan atau Rp.xxx pertahun. Bahkan, untuk kelas X ada biaya tambahan untuk pembuatan seragam dan uang parkir bulanan untuk kendaraan.
Pungutan itu dilakukan pihak SMAN 1 Banjar Agung dengan dalih berdasarkan rapat komite dan telah disepakati oleh seluruh wali murid atau orang tua siswa.
Diketahui tahun 2024 ini jumlah total murid SMAN 1 Banjar Agung mulai kelas X, XI hingga XII mencapai kurang lebih dari 800 siswa.
Tidak sedikit para orang tua atau wali murid yang merasa keberatan dengan adanya pungutan yang mengikat sebesar dua juta rupiah lebih.
“Orang tua atau wali murid dibebani dengan sumbangan sebesar Rp.xxx sampai Rp.xxx per tahun. Khusus untuk kelas X ada biaya tambahan untuk seragam sebesar Rp.xxx” terang salah satu orang tua atau wali murid SMAN 1 Banjar Agung, Selasa (17/09/2024).
Beberapa orang tua atau wali murid menyatakan, keberatan dengan biaya yang mesti dikeluarkan untuk anak SMA Banjar Agung.
“Kalau dibilang keberatan ya keberatan. Tapi mau bagaimana lagi. Itu sudah diputuskan melalui rapat komite. Pungutan sekolah masih terus dilakukan oleh pihak sekolah melalui komite,” katanya kepada wartawan.
Anehnya pungutan itu dilakukan langsung oleh pihak sekolah, karena yang menarik uang SPP tersebut melalui rekening sekolah atau stor tunai melalui guru Tata Usaha (TU).
Diketahui, berdasarkan data penerimaan dana BOSP SMAN 1 Banjar Agung, jumlah siswa pada tahun 2023 sebanyak 800 siswa. Sekolah ini pada tahun 2023 mendapatkan dana BOSP tahap I sebesar Rp.636.000.000 dan tahap II sebesar Rp.636.000.000.
Jadi total dana BOSP SMAN 1 Banjar Agung tahun 2023 sebesar Rp.1.272.000.000. untuk tahun 2024 jika jumlah siswanya 800 maka juga mendapat alokasi dana BOSP dengan nilai yang sama.
Berdasar pada ketentuan Pasal 10 ayat (2) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, komite hanya diberikan kewenangan menggalang dana dalam bentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.Inilah aturan yang menjadi patokan bahwa penggalangan dana dengan sistem pemungutan tidak boleh dijalankan karena memiliki sifat memaksa.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (4) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.
Jadi, berbeda dengan sumbangan yang bersifat sukarela, pungutan sebaliknya bersifat wajib dan mengikat. Karena itulah pungutan ini disebut sebagai pungutan liar karena tidak termasuk ke dalam bentuk penggalangan dana yang ditentang oleh Kemendikbud.
Sebenarnya tidak semua uang komite sekolah termasuk pungli. Karena bisa saja uang komite sekolah ini adalah bentuk dari sumbangan sukarela maupun bantuan Lantaran dua macam sistem penggalangan dana ini memang boleh diterapkan dalam sistem pendidikan Indonesia.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (5) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Sementara bantuan, yang sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, menyebutkan bahwa bantuan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Intinya, pemberian dana dari pihak luar, bukan orang tua/wali murid serta pihak masih terkait dengan sekolah.
Dua cara ini boleh diterapkan karena sifatnya yang tidak memaksa, terlebih bila ada beberapa kegiatan sekolah yang tidak tercover oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Karena itulah komite sekolah meminta biaya tambahan.
Dalam persoalan dugaan pungli ini, pihak sekolah bisa dijerat dengan Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (tipikor).
“Penyelenggara pendidikan yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, bisa kena itu oknum,” ujarnya Andi Fitra salah satu pengacara saat dikonfirmasi media melalui via telepon.
Oknum tersebut itu bisa dipidana dengan pidana atau Penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Terkait sumbangan “diduga Itu modus lama. Mereka mengatasnamakan atau bekerja sama dengan komite sekolah,” terangnya.
“Suatu perbuatan yang dilarang peraturan perundang-undangan, seperti pungli , tetap terlarang ya, meskipun disetujui atau bahkan diprakarsai komite sekolah,” lanjutnya Andi.
Ia menegaskan, selama pungli itu melibatkan orang/manusia, maka mereka tetap bisa dijerat UU Tipikor. Bahkan, kalau melibatkan ASN tidak hanya dijerat UU Tipikor, tapi juga pasal penyertaan, yakni pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan,” bunyi pasal 55 KUHP.jelasnya. (Dedi)